(EJIES 2025 Apresiasi 250 Karya Terbaik dari 19.720 Inovasi Pendidikan se-Jawa Timur)

Perjalanan ini dimulai pada malam Kamis, tepatnya tanggal 19 Juni 2025. Udara Pacitan yang dingin tidak menyurutkan semangat kami berlima yang akan melakukan perjalanan malam menuju Surabaya. Mobil melaju perlahan keluar dari kota pukul 23.00 WIB. Aku duduk di bangku tengah, berdampingan dengan Ibu Apriliani dari SMKN Pringkuku. Di depan kami ada Ibu Purwati dari SMKN 1 Pacitan, Pak Didik dari SMKN Ngadirojo, dan seorang sopir yang menyetir dengan tenang meski malam makin larut.
Kami adalah bagian kecil dari rombongan guru SMK yang diundang oleh Dinas Pendidikan Jawa Timur untuk menghadiri acara besar: East Java Innovative Education Summit (EJIES) 2025 di Gedung ITS Research Center, Surabaya. Sebuah forum bergengsi tempat 250 karya inovasi pendidikan terbaik tingkat provinsi diumumkan. Dari total 19.720 karya yang masuk, hanya sebagian kecil yang mendapatkan pengakuan di panggung ini. Aku merasa bersyukur bisa menjadi bagian dari perjalanan luar biasa ini.





Aku, Arif Kurniawan, M.Pd, mewakili SMKN 3 Pacitan. Inovasi yang aku kembangkan bertajuk “Gelar Sajadah” — singkatan dari Gerakan Pelajar Mengubah Sampah Menjadi Berkah. Alhamdulillah, inovasi ini berhasil masuk 10 besar inovator terbaik tingkat Kabupaten Pacitan. Bersama sembilan rekan hebat lainnya: Drs. Subagyo, MM, Yoyok Dwi P, S.Pd, MM, Indra Prastowo, S.Pd, M.Pd, Evi Dian Asmoro, S.Pd, M.Pd, Purwati, M.Pd, Didik Widianto, S.Kom, Aprilia Primaryanti, S.Pd, Hari Susilo, S.Kom, dan Rianita, S.Si — kami adalah duta kecil dari Pacitan untuk membawa perubahan di bidang pendidikan.
Sekitar pukul 05.00 pagi, kami tiba di Surabaya. Setelah menunaikan sholat Subuh di masjid kampus ITS dan membersihkan diri, rasa kantuk tergantikan oleh semangat. Suasana kampus sudah ramai dengan peserta dari berbagai kota. Wajah-wajah penuh antusias menyambut pagi.
EJIES bukan sekadar kompetisi. Ia adalah simbol kolaborasi. Antara sekolah, pemerintah, dan pemangku kepentingan, untuk menciptakan terobosan-terobosan nyata dalam dunia pendidikan. Setiap inovasi adalah cerita — tentang tantangan, harapan, dan perubahan.
“Inovasi kami sederhana,” ucapku dalam salah satu sesi wawancara peserta, “kami hanya ingin mengubah masalah sampah plastik di sekolah menjadi peluang edukatif dan ekonomi.”
Melalui Gelar Sajadah, kami membentuk Tim SISDARLING (Siswa Sadar Lingkungan). Mereka adalah siswa-siswa hebat yang berasal dari berbagai ekstrakurikuler di SMKN 3 Pacitan. Bersama guru pembina, kami menerapkan model pembelajaran berbasis masalah. Sampah plastik bukan lagi musuh, melainkan bahan utama inovasi.
Sampah kami pilah, kami bersihkan, lalu kami ubah. Ada yang menjadi pot tanaman, tempat alat tulis, kerajinan tangan, bahkan bahan ecobrick. Produk ini kami pasarkan dalam bazar sekolah dan pameran kreativitas. Sekolah juga bekerja sama dengan bank sampah lokal. Setiap kilogram plastik yang dikumpulkan dapat ditukar dengan poin yang dapat digunakan membeli alat tulis atau perlengkapan sekolah. Inovasi ini tidak hanya tentang lingkungan, tapi juga tentang pendidikan karakter, ekonomi kreatif, dan jiwa kewirausahaan.
Tak sedikit yang bertanya, “Kenapa namanya Gelar Sajadah?”
Aku jawab, “Karena kami ingin membentangkan kepedulian seperti sajadah — luas, terbuka, dan penuh keberkahan.”
Kini, proses seleksi masih berjalan. Dari 250 inovasi yang diumumkan hari itu, akan disaring lagi menjadi 50 besar, dan akhirnya hanya 25 inovator terbaik tingkat Jawa Timur yang akan diumumkan. Tapi bagiku, menang atau tidak bukanlah akhir. Perjalanan ini telah menjadi bukti bahwa ketika guru dan siswa bersatu dalam visi yang sama, perubahan bukan hanya mungkin — tetapi nyata.
Dan semoga, sebagaimana sajadah yang tak pernah dilipat sebelum doa selesai, inovasi ini pun tak hanya berhenti di panggung kompetisi. Tetapi terus digelar, terus berjalan, dan terus membawa berkah.
Penulis : Arif Kurniawan, M.Pd